- Home>
- Karya Sendiri >
- Sejarah Akuntansi
Posted by : Unknown
Minggu, 01 Maret 2015
PENGERTIAN AKUNTANSI
Akuntansi adalah pengukuran, penjabaran, atau pemberian kepastian mengenai
informasi yang akan membantu manajer, investor, otoritas pajak dan pembuat keputusan lain untuk membuat
alokasi sumber daya keputusan di dalam perusahaan, organisasi, dan lembaga pemerintah. Akuntansi
adalah seni dalam mengukur, berkomunikasi dan menginterpretasikan aktivitas
keuangan. Secara luas, akuntansi juga dikenal sebagai "bahasa
bisnis". Akuntansi bertujuan
untuk menyiapkan suatu laporan keuangan yang akurat agar dapat dimanfaatkan
oleh para manajer, pengambil kebijakan, dan pihak berkepentingan lainnya,
seperti pemegang saham, kreditur, atau pemilik. Pencatatan harian yang terlibat
dalam proses ini dikenal dengan istilah pembukuan. Akuntansi keuangan adalah
suatu cabang dari akuntansi dimana informasi keuangan pada suatu bisnis
dicatat, diklasifikasi, diringkas, diinterpretasikan, dan dikomunikasikan.
Auditing, satu disiplin ilmu yang terkait tapi tetap terpisah dari akuntansi,
adalah suatu proses dimana pemeriksa independen memeriksa laporan keuangan suatu organisasi untuk memberikan suatu pendapat atau opini - yang masuk
akal tapi tak dijamin sepenuhnya - mengenai kewajaran dan kesesuaiannya dengan
prinsip akuntansi yang berterima umum.
Praktisi akuntansi dikenal sebagai akuntan. Akuntan bersertifikat resmi memiliki gelar tertentu
yang berbeda di tiap negara. Contohnya adalah Chartered Accountant (FCA, CA or ACA), Chartered Certified Accountant (ACCA atau FCCA), Management Accountant(ACMA, FCMA atau AICWA), Certified Public Accountant (CPA), dan Certified General Accountant (CGA). Di Indonesia, akuntan publik yang bersertifikat disebut CPA
Indonesia (sebelumnya: BAP atau Bersertifikat Akuntan Publik).
Sejarah Perkembangan Ilmu Akuntansi di Dunia
Pada awalnya, pencatatan
transaksi perdagangan dilakukan dengan cara sederhana, yaitu dicatat pada batu,
kulit kayu, dan sebagainya. Catatan tertua yang berhasil ditemukan sampai saat
ini masih tersimpan, yaitu berasal dari Babilonia pada 3600 SM. Penemuan yang
sama juga diperoleh di Mesir dan Yonani kuno. Pencatatan itu belum dilakukan
secara sistematis dan sering tidak lengkap. Pencatatan yang lebih lengkap
dikembangkan di Italia setelah dikenal angka-angka desimal arab dan semakin
berkembangnya dunia usaha pada waktu itu.
Pada abad ke-15 seorang ahli
Matematika berkebangsaan Italia Luca Paciolo telah menyusun buku tentang
akuntansi dengan judul “Tractatus de Cumputis at Scritorio” buku ini
berorientasi pada pembukuan berpasangan. Pembukuan berpasangan(double entry
bookkeeping) mencatat kedua aspek transaksi sedemikian rupa yang membentuk
suatu pemikiran yang berimbang. Praktek pencatatan akuntansi dalam arti pencatatan kejadian yang berhubungan
dengan bisnis sudah dimulai sejak adanya kejadian dalam double entry
bookkeeping.
Menurut pendapat Mattessich
(dalam Harahap, 1997) bahwa double entry sudah ada sejak 5000 tahun yang lalu.
Sedangkan selama ini kita kenal bahwa penemu sistem tata buku berpasangan ini
maka dapat dikemukakan sebagai berikut.Double entry accounting system telah
disepakati para ahli mula-mula diterbitkan oleh Luca Pacioli dalam bukunya yang
berisi 36 bab yang terbit pada tahun 1949 di Florence, Italia dengan judul
“Summa de Arithmatica, Geometrica, Proportioni et Proportionalita” yang berisi
tentang palajaran ilmu pasti.
Inoue (dalam Harahap, 1997)
menyebutkan“Orang yang pertama-tama “menulis” (bukan menerbitkan seperti
Pacioli) tentang double entry bookkeeping system adalah Bonedetto Cotrugli pada
1458, 36 tahun sebelum terbitnya buku Pacioli. Namun buku Benedetto Cotrugli ini
baru terbit pada tahun 1573 atau 89 tahun setelah buku Pacioli terbit. Dengan
demikian penjelasan ini maka pertentangan sebenarnya tidak ada.”
Revolusi indusrti di Inggris
pada tahun 1776 juga menimbulkan efek positif terhadap perkembangan akuntansi.
Pada tahun 1845 undang-undang perusahaan yang pertama di Inggris dikeluarkan
untuk mengatur tentang organisasi dan status perusahaan. Dalam undang-undang
tersebut, diatur tentang kemungkinan perusahaan meminjam uang, mengeluarkan
saham, membayar hutang, dan dapat bertindak sebagaimana halnya perorangan.
Keadaaan-keadaaan inilah yang menimbulkan perlunya laporan baik sebagai
informasi maupun sebagai pertanggungjawaban.
Dalam artikelnya, Herbert menjelaskan
perkembangan akuntansi sebagai berikut:
a.
Tahun 1775
Pada tahun ini mulai
diperkenalkan pembukuan baik yang single entry maupun double entry.
b.
Tahun 1800
Masyarakat menjadikan neraca
sebagai laporan yang utama digunakan dalam perusahaan.
c.
Tahun 1825
Mulai dikenalkan pemeriksaaan
keuangan (financial auditing).
d.
Tahun 1850
Laporan laba/rugi
menggantikan posisi neraca sebagai laporan yang dianggap lebih penting.
e.
Tahun 1900
Di USA mulai diperkenalkan
sertifikasi profesi yang dilakukan melalui ujian dilaksanakan secara nasional.
f.
Tahun
1925
Banyak perkembangan yang pada terjadi tahun ini, antara
lain:
i.
Mulai diperkenalkan
teknik-teknik analisis biaya, akuntansi untuk perpajakan, akuntansi
pemerintahan, serta pengawasan dana pemerintah.
ii.
Laporan keuangan mulai
diseragamkan.
iii.
Norma pemeriksaaan akuntan
juga mulai dirumuskan.
iv.
Sistem akuntansi yang manual
beralih ke sistem EDP dengan mulai dikenalkannya “punch card record”.
g.
Tahun 1950 s/d 1975
Pada tahun ini banyak yang
dapat dicatat dalam perkembangan akuntansi, yaitu sebagai berikut:
i.
Pada periode ini akunansi
sudah menggunakan computer untuk pengolahan data.
ii.
Sudah dilakukan Perumusan Prinsip Akuntansi (GAAP).
iii.
Analisis Cost Revenue semakin
dikenal.
Sejarah Perkembangan Akuntansi di Indonesia
Praktik akuntansi di Indonesia dapat ditelusur pada era penjajahan Belanda
sekitar 17 (ADB 2003) atau sekitar tahun 1642 (Soemarso 1995). Jejak yang jelas
berkaitan dengan praktik akuntansi di Indonesia dapat ditemui pada tahun 1747,
yaitu praktik pembukuan yang dilaksanakan Amphioen Sociteyt yang berkedudukan
di Jakarta (Soemarso 1995). Pada era ini Belanda mengenalkan sistem pembukuan
berpasangan (double-entry bookkeeping)
sebagaimana yang dikembangkan oleh Luca Pacioli. Perusahaan VOC milik
Belanda-yang merupakan organisasi komersial utama selama masa
penjajahan-memainkan peranan penting dalam praktik bisnis di Indonesia selama
era ini (Diga dan Yunus 1997).
Kegiatan ekonomi pada masa penjajahan meningkat cepat selama tahun 1800an
dan awal tahun 1900an. Hal ini ditandai dengan dihapuskannya tanam paksa
sehingga pengusaha Belanda banyak yang menanmkan modalnya di Indonesia.
Peningkatan kegiatan ekonomi mendorong munculnya permintaan akan tenaga akuntan
dan juru buku yang terlatih. Akibatnya, fungsi auditing mulai dikenalkan di Indonesia pada tahun 1907
(Soemarso 1995). Peluang terhadap kebutuhan audit ini akhirnya diambil oleh akuntan Belanda dan Inggris
yang masuk ke Indonesia untuk membantu kegiatan administrasi di perusahaan
tekstil dan perusahaan manufaktur (Yunus 1990). Internal auditor yang pertama
kali datang di Indonesia adalah J.W Labrijn-yang sudah berada di Indonesia pada
tahun 1896 dan orang pertama yang melaksanakan pekerjaan audit (menyusun dan
mengontrol pembukuan perusahaan) adalah Van Schagen yang dikirim ke Indonesia
pada tahun 1907 (Soemarso 1995).
Pengiriman Van Schagen merupakan titik tolak berdirinya Jawatan Akuntan
Negara-Government Accountant Dienst yang
terbentuk pada tahun 1915 (Soermarso 1995). Akuntan publik yang pertama adalah
Frese & Hogeweg yang mendirikan kantor di Indonesia pada tahun 1918. Pendirian
kantor ini diikuti kantor akuntan yang lain yaitu kantor akuntan H.Y.Voerens
pada tahun 1920 dan pendirian Jawatan Akuntan Pajak-Belasting Accountant Dienst (Soemarso 1995). Pada era
penjajahan, tidak ada orang Indonesia yang bekerja sebagai akuntan publik.
Orang Indonesa pertama yang bekerja di bidang akuntansi adalah JD Massie, yang
diangkat sebagai pemegang buku pada Jawatan Akuntan Pajak pada tanggal 21
September 1929 (Soemarso 1995).
Kesempatan bagi akuntan lokal (Indonesia) mulai muncul pada tahun
1942-1945, dengan mundurnya Belanda dari Indonesia. Pada tahun 1947 hanya ada
satu orang akuntan yang berbangsa Indonesia yaitu Prof. Dr. Abutari (Soermarso
1995). Praktik akuntansi model Belanda masih digunakan selama era setelah
kemerdekaan (1950an). Pendidikan dan pelatihan akuntansi masih didominasi oleh
sistem akuntansi model Belanda. Nasionalisasi atas perusahaan yang dimiliki
Belanda dan pindahnya orang orang Belanda dari Indonesia pada tahun 1958
menyebabkan kelangkaan akuntan dan tenaga ahli (Diga dan Yunus 1997).
Atas dasar nasionalisasi dan kelangkaan akuntan, Indonesia pada akhirnya
berpaling ke praktik akuntansi model Amerika. Namun demikian, pada era ini
praktik akuntansi model Amerika mampu berbaur dengan akuntansi model Belanda,
terutama yang terjadi di lembaga pemerintah. Makin meningkatnya jumlah
institusi pendidikan tinggi yang menawarkan pendidikan akuntansi-seperti
pembukaan jurusan akuntansi di Universitas Indonesia 1952, Institute Ilmu
Keuangan (Sekolah Tinggi Akuntansi Negara-STAN) 1990, Univesitas Padjajaran
1961, Universitas Sumatera Utara 1962, Universitas Airlangga 1962 dan
Universitas Gadjah Mada 1964 (Soermarso 1995)-telah mendorong pergantian
praktik akuntansi model Belanda dengan model Amerika pada tahun 1960 (ADB
2003). Selanjutnya, pada tahun 1970 semua lembaga harus mengadopsi sistem
akuntansi model Amerika (Diga dan Yunus 1997).
Pada pertengahan tahun 1980an, sekelompok tehnokrat muncul dan memiliki
kepedulian terhadap reformasi ekonomi dan akuntansi. Kelompok tersebut berusaha
untuk menciptakan ekonomi yang lebih kompetitif dan lebih berorientasi pada
pasar-dengan dukungan praktik akuntansi yang baik. Kebijakan kelompok tersebut
memperoleh dukungan yang kuat dari investor asing dan lembaga-lembaga
internasional (Rosser 1999). Sebelum perbaikan pasar modal dan pengenalan
reformasi akuntansi tahun 1980an dan awal 1990an, dalam praktik banyak ditemui
perusahaan yang memiliki tiga jenis pembukuan-satu untuk menunjukkan gambaran
sebenarnya dari perusahaan dan untuk dasar pengambilan keputusan; satu untuk
menunjukkan hasil yang positif dengan maksud agar dapat digunakan untuk
mengajukan pinjaman/kredit dari bank domestik dan asing; dan satu lagi yang
menjukkan hasil negatif (rugi) untuk tujuan pajak (Kwik 1994).
Pada awal tahun 1990an, tekanan untuk memperbaiki kualitas pelaporan
keuangan muncul seiring dengan terjadinya berbagai skandal pelaporan keuangan
yang dapat mempengaruhi kepercayaan dan perilaku investor. Skandal pertama
adalah kasus Bank Duta (bank swasta yang dimiliki oleh tiga yayasan yang
dikendalikan presiden Suharto). Bank Duta go publicpada tahun 1990 tetapi gagal mengungkapkan kerugian
yang jumlah besar (ADB 2003). Bank Duta juga tidak menginformasi semua
informasi kepada Bapepam, auditornya atau underwriternya tentang masalah tersebut. Celakanya, auditor Bank
Duta mengeluarkan opini wajar tanpa pengecualian.
Kasus ini diikuti oleh kasus Plaza Indonesia Realty (pertengahan 1992) dan
Barito Pacific Timber (1993). Rosser (1999) mengatakan bahwa bagi pemerintah
Indonesia, kualitas pelaporan keuangan harus diperbaiki jika memang pemerintah
menginginkan adanya transformasi pasar modal dari model “casino” menjadi model yang dapat
memobilisasi aliran investasi jangka panjang.
Berbagai skandal tersebut telah mendorong pemerintah dan badan berwenang
untuk mengeluarkan kebijakan regulasi yang ketat berkaitan dengan pelaporan
keuangan. Pertama, pada September 1994, pemerintah melalui IAI mengadopsi
seperangkat standar akuntansi keuangan, yang dikenal dengan Pernyataan Standar
Akuntansi Keuangan (PSAK). Kedua, Pemerintah bekerja sama dengan Bank Dunia
(World Bank) melaksanakan Proyek Pengembangan Akuntansi yang ditujukan untuk
mengembangkan regulasi akuntansi dan melatih profesi akuntansi. Ketiga, pada
tahun 1995, pemerintah membuat berbagai aturan berkaitan dengan akuntansi dalam
Undang Undang Perseroan Terbatas. Keempat, pada tahun 1995 pemerintah
memasukkan aspek akuntansi/pelaporan keuangan kedalam Undang-Undang Pasar Modal
(Rosser 1999).
Jatuhnya nilai rupiah pada tahun 1997-1998 makin meningkatkan tekanan pada
pemerintah untuk memperbaiki kualitas pelaporan keuangan. Sampai awal 1998,
kebangkrutan konglomarat, collapsenya
sistem perbankan, meningkatnya inflasi dan pengangguran memaksa pemerintah
bekerja sama dengan IMF dan melakukan negosiasi atas berbagaai paket penyelamat
yang ditawarkan IMF. Pada waktu ini, kesalahan secara tidak langsung diarahkan
pada buruknya praktik akuntansi dan rendahnya kualitas keterbukaan informasi (transparency).
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar